• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

Pondasi dalam Aqidah Islam

 

Pondasi dalam aqidah islam
Para ulama sering menjelaskan tiga prinsip yang harus jadi pegangan setiap muslim. Jika prinsip ini dipegang, barulah ia disebut muslim sejati.
Para ulama mengatakan, Islam adalah:
الاستسلام لله بالتوحيد والانقياد له بالطاعة والبراءة من الشرك وأهله
Berserah diri pada Allah dengan mentauhidkan-Nya, patuh kepada-Nya dengan melakukan ketaatan dan berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik.

Prinsip pertama: Berserah diri pada Allah dengan bertauhid

Maksud prinsip ini adalah beribadah murni kepada Allah semata, tidak pada yang lainnya. Siapa yang tidak berserah diri kepada Allah, maka ia termasuk orang-orang yang sombong. Begitu pula orang yang berserah diri pada Allah juga pada selain-Nya (artinya: Allah itu diduakan dalam ibadah), maka ia disebut musyrik. Yang berserah diri pada Allah semata, itulah yang disebut muwahhid (ahli tauhid).
Tauhid adalah mengesakan Allah dalam ibadah. Sesembahan itu beraneka ragam, orang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah: 31).

Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).

Dalam ayat lain, Allah menyebutkan mengenai Islam sebagai agama yang lurus,

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 40). Inilah yang disebut Islam. Sedangkan yang berbuat syirik dan inginnya melestarikan syirik atas nama tradisi, tentu saja tidak berprinsip seperti ajaran Islam yang dituntunkan.

Prinsip kedua: Taat kepada Allah dengan melakukan ketaatan

Orang yang bertauhid berarti berprinsip pula menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ketaatan berarti menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Jadi tidak cukup menjadi seorang muwahhid (meyakini Allah itu diesakan dalam ibadah) tanpa ada amal.

Prinsip ketiga: Berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik

Tidak cukup seseorang berprinsip dengan dua prinsip di atas. Tidak cukup ia hanya beribadah kepada Allah saja, ia juga harus berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik. Jadi prinsip seorang muslim adalah ia meyakini batilnya kesyirikan dan ia pun mengkafirkan orang-orang musyrik. Seorang muslim harus membenci dan memusuhi mereka karena Allah. Karena prinsip seorang muslim adalah mencintai apa dan siapa yang Allah cintai dan membenci apa dan siapa yang Allah benci.

Demikianlah dicontohkan oleh Ibrahim ‘alaihis salam di mana beliau dan orang-orang yang bersama beliau[1] berlepas diri dari orang-orang musyrik. Saksikan pada ayat,

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah.” (QS. Al Mumtahanah: 4). Ibrahim berlepas diri dari orang musyrik dan sesembahan mereka.

كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al Mumtahanah: 4).

Dalam ayat lain disebutkan pula,

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadilah: 22).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آَبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. At Taubah: 23).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS. Al Mumtahanah: 1).

Aqidah Islam adalah harta yang sangat berharga bagi kita. Tanpa aqidah Islam akan pupuslah segala cita-cita. Tanpa aqidah Islam akan musnah segala kebaikan dan prestasi anda.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka Allah haramkan atasnya surga dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong.” (QS. Al-Maa’idah: 72)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami teliti segala amal yang telah mereka lakukan, kemudian Kami jadikan ia laksana debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Oleh sebab itulah, menjadi kebutuhan yang sangat urgen bagi kita untuk mengenal aqidah islam dan tauhid yang menjadi hikmah penciptaan insan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Aqidah tauhid inilah yang menjadi misi segenap utusan Allah di muka bumi ini. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat, seorang rasul yang mengajak; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl: 36)

Seorang muslim wajib untuk belajar tentang Islam. Kalau tidak belajar islam, bagaimana mungkin dia bisa berislam dengan benar? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya maka Allah akan pahamkan dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ilmu agama inilah yang akan memudahkan jalan menuju surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu [agama] Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Aqidah islam inilah yang tercermin dalam rukun iman; yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan iman kepada takdir. Aqidah islam inilah yang terkandung di dalam dua kalimat syahadat laa ilaha illallah wa anna muhammadar rasulullah. Aqidah yang mendeklarasikan pemurnian ibadah untuk Allah semata, aqidah yang menolak segala bentuk penghambaan kepada selain-Nya, aqidah yang menjadikan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam satu-satunya teladan dan panutan dalam segala urusan kehidupan.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada rasul itu sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (QS. An-Nisaa’: 80)

Aqidah Islam ini berporos pada iman kepada Allah, yang biasa kita kenal dengan istilah tauhidullah. Tauhid kepada Allah inilah yang menjadi intisari ajaran al-Qur’an dan kitab-kitab suci sebelumnya. Para nabi memiliki syari’at yang berbeda, akan tetapi pokok aqidahnya adalah sama, taitu tauhid kepada Allah, iman kepada hari akhir, dan kewajiban untuk tunduk kepada risalah/ajaran rasul.

Oleh sebab itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku pasti akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Kemudian para sahabat bertanya, “Siapakah orang yang enggan itu, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Barangsiapa yang taat kepadaku dia masuk surga, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dia itulah orang yang enggan.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah mendengar kenabianku seorang pun diantara umat ini; apakah dia Yahudi atau Nasrani, kemudian dia meninggal dalam keadaan tidak mau beriman terhadap ajaran yang aku bawa melainkan dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim)

Dengan demikian, seorang muslim wajib untuk belajar tentang aqidah Islam, belajar tentang tauhid dan keimanan, yang dengan itu akan membuat agamanya tegak di atas ilmu dan keterangan yang nyata. Agama yang kokoh di atas nilai-nilai ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah dengan mengikuti pemahaman para sahabat radhiyallahu’anhum.

Tauhid kepada Allah ini biasa dibagi oleh para ulama menjadi tiga bagian, yang ini merupakan pondasi aqidah islam, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma’ wa shifat. Pembagian tauhid ini bukanlah bid’ah, karena ia sekedar menjabarkan apa yang terkandung di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah serta realita yang ada di tengah umat manusia dalam hal iman kepada Allah ta’ala.

Tauhid rububiyah adalah keyakinan bahwa Allah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur alam semesta. Hal ini pun merupakan kandungan dari banyak ayat al-Qur’an, diantaranya adalah firman Allah (yang artinya), “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.” (QS. Al-Fatihah)

Tauhid uluhiyah adalah keyakinan dan amalan berupa menujukan ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan segala sesembahan selain-Nya. Inilah yang dimaksud oleh kalimat tauhid laa ilaha illallah dan menjadi muatan pokok dakwah para rasul ‘alaimus salam kepada umatnya. Banyak sekali ayat al-Qur’an yang menunjukkan tauhid ini, diantaranya adalah firman Allah (yang artinya), “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah)

Tauhid asma’ wa shifat adalah keyakinan terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah, Allah memiliki asma’ul husna dan sifat-sifat yang sempurna. Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan tentang hal ini, diantaranya adalah firman Allah (yang artinya), “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Fatihah)
Ketiga macam tauhid inilah tiga pondasi aqidah Islam. Seorang muslim beriman kepada Allah dalam hal rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan juga asma’ wa shifat-Nya. Hanya mengimani rububiyah Allah; yaitu meyakini bahwa Allah satu-satunya pencipta dan penguasa alam belumlah cukup memasukkan ke dalam Islam.

Buktinya, orang-orang musyrik masa silam sudah mengakuinya dan mereka belum dianggap muslim oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang dikatakan muslim apabila telah mentauhidkan Allah dalam hal uluhiyah-Nya. Oleh sebab itu setiap orang yang masuk Islam harus mengucapkan syahadat laa ilaha illallah yang artinya tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan mengazab/kekal di neraka orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (QS. An-Nisaa’: 36)
Seorang yang mengucapkan laa ilaha illallah harus meninggalkan peribadatan kepada selain Allah, apapun juga. Tidak malaikat, nabi, wali, atau orang salih, apalagi batu dan pohon. Semuanya tidak boleh disembah selain Allah ta’ala. Barangsiapa yang menujukan ibadah kepada selain Allah maka ini adalah kekafiran dan kemusyrikan.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan masih mengampuni dosa-dosa lain yang ada di bawah tingkatannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisaa’: 48)

Di samping tauhid uluhiyah dan rububiyah, seorang muslim juga harus mengimani segala nama dan sifat Allah yang telah dijelaskan di dalam al-Qur’an maupun hadits. Tidak boleh menolak nama atau sifat Allah. Tidak boleh menyelewengkan makna dari nama atau sifat Allah, tidak boleh menyimpangkan maksudnya dari apa-apa yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah sebagaimana kehendak Allah. Dan aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sebagaimana kehendak Rasulullah.”

Misalnya, kita wajib mengimani bahwa al-Qur’an ini adalah kalam/ucapan Allah, ia bukan perkataan manusia atau makhluk-Nya. Sebab al-Qur’an ini adalah kalam Allah, ucapan dari-Nya, bukan karangan manusia. Demikian juga Allah mensifati diri-Nya tinggi berada di atas Arsy-Nya. Allah bersama kita dengan ilmu dan pengawasan-Nya, namun Dzat Allah Maha Tinggi ada di atas Arsy di atas langit sana.

Kita harus mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah ini apa adanya -tanpa menolak ataupun menyerupakan- sebagaimana yang diajarkan oleh para pendahulu yang salih kepada kita. Bahkan inilah yang diajarkan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagiMaha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)

Marilah kita teladani perjuangan para ulama, diantaranya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yang begitu gigih dalam mempertahankan aqidah Islam, walaupun beliau harus mendapatkan tekanan, disiksa, dan dipenjara. Marilah kita teladani kegigihan perjuangan tauhid sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Bilal al-Habsyi, Suhaib ar-Rumi, Salman al-Farisi, keluarga Yasir, Khalid bin Walid, dan segenap Muhajirin dan Anshar radhiyallahu’anhum. Bersatu membela aqidah Islam dari segala serangan kerusakan dan penyimpangan. Wallahul musta’aan.

Demikianlah tiga prinsip agar disebut muslim sejati, yaitu bertauhid, melakukan ketaatan dan berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik.
Semoga Allah memudahkan kita menjadi hamba-hambaNya yang bertauhid.

-----------------------------------------------------------------------------------------------
[1] Ada yang mengatakan yang bersama beliau yang sama-sama berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya adalah para nabi. Sebagian lainnya maknakan orang beriman. Demikian dua pendapat yang disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir.

(*) Dikembangkan dari tulisan Syaikhuna -guru kami- Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan –hafizhohullah– dalam kitab “Durus fii Syarh Nawaqidhil Islam”, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahun 1425 H, hal. 14-16.

Diambil dari rumaysho.com dan aqidatuna.com
Gambar dari votreesprit.files.wordpress.com/2013/09/aqidah.jpg

Pondasi dalam Aqidah Islam 4.5 5 The ZHORVANS Para ulama sering menjelaskan tiga prinsip yang harus jadi pegangan setiap muslim. Jika prinsip ini dipegang, barulah ia disebut muslim ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar